Tersingkirnya Seishiro Nagi proyek Blue Lock memicu kontroversi di kalangan penggemar. Banyak yang mempertanyakan bagaimana pemain berbakat seperti itu bisa tersisih dari skuad U-20 Jepang. Teori, kritik, dan perbandingan membanjiri internet, terutama mengingat absennya proyek tersebut untuk sementara waktu selama jeda baru-baru ini.
Kini, dengan dirilisnya Bab 299, misteri itu pun terkuak. Ego Jinpachi, mentor proyek Blue Lock, mengungkap alasan di balik keputusan tersebut—dan alasannya lebih dari sekadar teknik lapangan.
Ego Jinpachi Memecah Keheningan pada Seishiro Nagi
Menurut Ego Jinpachi, Nagi gagal membuktikan kemampuannya di pertandingan-pertandingan terpenting. Meskipun beberapa momen gemilang, penampilannya secara keseluruhan ditandai oleh inkonsistensi yang signifikan. Ini berarti nilai pasarnya—yang direpresentasikan dalam dunia game melalui "gajinya"—secara tepat mencerminkan ketidakstabilannya.
Upaya Reo Mikage untuk membela temannya kembali memicu perdebatan tentang konsep bakat. Bagi Ego, bakat bukan hanya tentang percaya pada diri sendiri, tetapi juga tentang mampu membuktikan nilai diri terlepas dari keadaan. Dan konsep ini, katanya, bersifat fluktuatif: dapat tumbuh atau menurun tergantung pada faktor eksternal seperti lingkungan, tujuan, pesaing, dan bahkan perasaan.
Momen kejayaan yang luput dari perhatian dunia—dan Nagi
Pada pertandingan ketiga, Nagi mengejutkan semua orang dengan serangkaian tipuan yang tak terduga. Momen itu sungguh berkesan, sebuah prestasi yang melampaui batas kemampuannya sendiri. Namun, "keajaiban" ini akhirnya disalahartikan—baik oleh penonton maupun Nagi sendiri.
Opini publik mulai melihat prestasi ini sebagai bukti nyata bakat Nagi, sehingga menimbulkan ekspektasi yang tidak proporsional terhadap performanya di masa depan. Bagi Ego, kesalahan Nagi yang sebenarnya adalah meyakini bahwa prestasi ini menegaskan bahwa ia telah melampaui Yoichi Isagi, rival terbesarnya.
Perasaan kemenangan dini ini menanam benih stagnasi. Dalam pandangan Ego, musuh terbesar bakat bukanlah kegagalan, frustrasi, atau ketakutan—melainkan kepuasan. Dan itulah yang menyadarkan Nagi: puas karena telah mengalahkan Isagi (meskipun hanya karena keberuntungan), ia kehilangan "api ego", percikan ambisi yang mendorong para jenius sepak bola sejati.
Hubungan dengan Reo dan kematian simbolis bakat
Ego juga menyebutkan kemitraan Nagi dengan Reo sebagai faktor merugikan lainnya. Alih-alih membuktikan diri sebagai pemain independen, Nagi justru memilih untuk bergantung pada Reo—yang menurut Ego, menentukan nasib bakatnya.
Meskipun Reo berusaha keras menjaga percikan yang ia lihat dalam diri Nagi tetap hidup, ketergantungan timbal balik ini mencegah sang penyerang untuk memperbarui dirinya. Ia berhenti mengejar apa pun selain impian awalnya untuk mengalahkan Isagi. Dengan kata lain, ia tidak memiliki tujuan yang lebih besar, motivasi batin yang melampaui kemenangan-kemenangan sesekali.
Ego merangkum gagasan ini dengan brutal: "Hewan yang perutnya kenyang lupa cara berburu." Dengan berpuas diri, Nagi berhenti berevolusi, dan menjadi tidak sesuai dengan filosofi proyek Blue Lock, yang hanya menerima pemain yang didorong oleh ambisi tak terpuaskan untuk menjadi yang terbaik di dunia.
Pelajaran di balik eliminasi Nagi di Blue Lock
Kepergian Seishiro Nagi bukan karena kurangnya keterampilan teknis, melainkan karena kelemahan internal—psikologis, emosional, dan motivasional. Bab 299 dari Blue Lock menunjukkan bahwa, di dunia yang diciptakan oleh Muneyuki Kaneshiro dan Yusuke Nomura, bakat bukanlah sesuatu yang tetap dan tak terbantahkan. Bakat membutuhkan konsistensi, kritik diri, dan, yang terpenting, keinginan untuk berkembang.
Nagi memang bersinar, tetapi ia membiarkan kecemerlangan sesaat itu membutakannya. Dan di dunia Blue Lock yang kejam, itu sudah cukup untuk membuatnya tertinggal. Karya ini mengingatkan kita bahwa hanya mereka yang pantang menyerah dan terus mengejar impian yang berhak berada di puncak.
Akhirnya, bab baru akan dirilis pada platform K Manga Kodansha